Ratusan Guru dan Pegawai Honorer Berjubel Memadati Ruangan Ikuti Rapat di DPRD Jember

Sahabat pembaca Info GTT PTT, sudah tahukah anda bahwa ratusan orang guru dan pegawai honorer memadati ruangan rapat dan ruang lobi DPRD Jember, Jumat (27/10/2017). Mereka antusias mengikuti rapat dengar pendapat antara DPRD, pengurus PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan Jember Muhammad Ghozali, Kepala Bagian Hukum Ratno Sembada Cahyadi, dan Asisten III Joko Santoso.

Saking banyaknya guru yang ingin mengikuti, Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi yang memimpin rapat memersilakan para guru untuk duduk lesehan di lantai di depan mejanya. "Monggo yang duduk silakan duduk, yang berdiri silakan berdiri," katanya.

Ayub meminta agar para guru tetap tenang dan tidak bersorak-sorai. "Ini bukan sirkus," katanya, disambut tawa para guru.

Rapat tersebut membahas mogoknya guru dan pegawai tidak tetap di sektor pendidikan pada Senin hingga Rabu kemarin, menyusul tidak segera diterbitkannya surat penugasan dan surat keputusan guru tetap daerah oleh Bupati Faida. Padahal dua surat tersebut sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan para guru dan pegawai honorer.

Ayub heran kenapa bupati tidak segera menerbitkan surat tersebut. Padahal di daerah lain surat itu sudah terbit dan berlaku.

Ketua PGRI Jember Supriyono mengatakan, aksi mogok ibarat buah simalakama. "Ketika dilakukan, ada yang mencemooh. Kalau tidak dilakukan, kami belum mendapat apresiasi. Persoalannya tidak hanya SK, tapi perendahan kemanusiaan. Dengan (guru honorer) dibayar Rp 300 ribu, itu jadi persoalan, karena kita bermimpi kualitas pendidikan bermutu. Sementara GTT (Guru Tidak Tetap) adalah penyangga 60 persen penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Jember," katanya.

Menurut Supriyono, GTT dan PTT layak mendapat apresiasi karena sudah membantu pelayanan pendidikan. "Perintah Peraturan Mendikbud Nomor 26 Tahun 2017 sebagai pedoman teknis penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sudah jelas. Dana BOS bisa digunakan membayar GTT dan PTT tatkala ada SK penugasan dari bupati. Mudah-mudahan SK penugasan berfungsi ganda. Di satu sisi tidak mempersulit kepala sekolah mengeluarkan dana BOS. Di sisi lain, SK ini bermanfaat bagi pengurusan NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), dan yang sudah punya NUPTK mudah-mudahan setelah ikut UKG (Uji Kompetensi Guru) dan nilainya memenuhi syarat, bisa diajukan menjadi peserta sertifikasi," katanya.

Dengan menjadi peserta sertifikasi, Supriyono yakin kesejahteraan para PTT dan GTT sudah tertolong. Guru honorer yang lulus sertifikasi bisa mendapat tambahan tunjangan Rp 1,5 juta selama tiga tahun pertama. "Mereka bisa hidup agak layak. Tapi saat ini kondisi mereka lemah dan tidak memiliki bargaining, karena ketika mencoba menggeliat, yang dihadapi adalah kepala sekolah dan intimidasi. Mereka tidak punya apa-apa, hanya hati ikhlas dan pengabdian kepada bangsa dan masyarakat. Itu pun masih ditakut-takuti (saat mogok)," katanya.

Supriyono menyatakan SK bupati tersebut bisa diterbitkan dengan memperhatikan rasa keadilan. "Sebaiknya semua GTT dan PTT didata, dan baru ada verifikasi dan validasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan," katanya.

"Mudah-mudahan di pemerintahan 'Jember Baru Jember Bersatu', keadilan bisa ditegakkan, keadilan bisa dirasakan untuk kita semua, dan pendidikan menjadi lebih maju, lebih baik, lebih berkualitas," kata Supriyono.

Berita ini bersumber dari Berita Jatim.

Posting Komentar

0 Komentar